Mei 25, 2014

Kau yang Nyatanya Benar-benar Manis (Part 1)

2013
Semester VI
Semester VI berlalu begitu saja dengan niali Metode Penelitian (metpen) E. Haha. Karena memang tidak dikerjakan, Pemirsa. Soalnya rempong banget dikarenakan praktikum yang seabreg. Ah, defense weh itu mah. Ada kok yang bisa selesai mengerjakan.


Semester Pendek
Banyak dari kami yang mendapat E, ‘memaksa’ pihak fakultas mengadakan Semester Pendek (SP) untuk mata kuliah tersebut. Aku pun mendapat pembimbing baru. Mulai deh bimbingan latar belakang penelitian. Menurut dosen pembimbing (dosbing) fenomena yang kuajukan sudah pas, tinggal bagaimana ‘eksekusi’nya nanti. Waktu itu fenomena yang aku ajukan adalah seputar remaja di sebuah pesantren. Entahlah aku lupa juga karena, entah kenapa, aku merasa tidak atau belum menikmati mengerjakan proposal saat itu. Aku pun tidak lagi berangkat bimbingan, hehe.

Semester VII
Masuk kelas dengan malu-malu karena saat SP aku tidak jua mengumpulkan proposal. Walhasil metpen III untuk kali ketiga bagiku dimulai. Aku pun mendapat insight-insight untuk topik yang ingin kuteliti. Satu hal yang kembali kuingat dari kuliah dengan Pak Agus Abdur, sang dosen pengampu mata kuliah tersebut, bahwa semua harus berangkat dari buku yang paling disukai.
Tips dari Pak Agus tentang bagaimana mendapat nilai A kusimpan di draft ponselku. Selain faktor nasib, kita harus ikuti panduan akademik. Penelitian pun harus unik, baik metode, subjek penelitian, construct- variable, dan masalah yang menjadi latar belakang penelitian.
Pulang ke rumah, aku membuka kembali buku “Life–Span Development” dari Santrock. Setelah dibuka-buka, satu construct variable yang ternyata sudah aku tandai sesuatu sejak kuliah Perkembangan dulu kutemukan kembali. Aku telah menggarisbawahi kata maternal deprivation. Berangkat dari situ, kutulis beberapa rancangan kasar penelitianku di draft yang sama, yang aku anggap itu semua unik dan aku ingin sekali agar mendapat A, titik!
Tadaaa! Aku mendapatkan nilai A untuk nilai Metpen III. Alhamdulillah, kuncinya keyakinan. Jika kita dengan apa yang kita inginkan dan diusahakan dengan sungguh-sungguh, pasti tercapai. Tentunya dengan memohon ridho Allah Swt. Itulah yang kuyakini sampai akhir penyusunan skripsiku. POKOKNYA HARUS A!
Semester VII aku mulai bergabung di laboratorium sebagai pembimbing praktikum adik tingkat. Bimbingan skripsi terus berlanjut di tengah-tengah belajar membimbing di laboratorium. Oia, Pak Irfan -pembimbingku- meminjamkan buku baru berjudul “Functional Emotional Assesment Scale (FEAS)”. Beliau berpikir mungkin buku ini dapat digunakan menjadi salah satu referensi skripsiku. Setelah kubaca, rasanya sreg dengan alat ukur yang ada di dalam buku itu. Aku pun mem-photocopy buku yang kemudian jadi ‘teman hidupku’ itu :D
Akhirnya seminar proposal penelitianku terselenggara di bulan Januari 2013.

Semester VIII
Revisian seminar itu yang membuatku tak memikirkan SK pembimbing skripsi. Di benakku, aku benar-benar harus melakukan survei ulang ke daycare dan mencari babysitter. Sebelum membuat proposal, aku sudah melakukan survei tapi mungkin belum maksimal. Sehingga latar belakangku ‘kurang menggigit’.
Ternyata mudah saja, pemirsa. Aku mendapatkan saran dari seorang kakak kelas, katanya tak perlu benar-benar mengerjakan revisi proposal karena pasti langsung di-ACC. Ampun deh betul banget! Sudah capek-capek agak mikir sedikit, malah gak dibaca Haha. Langsung ACC. Tapi beda penguji beda perlakuan. So, jangan ditiru ya! :p
Hingga April 2014, aku baru dapat (baca: ngurus) SK. Bimbingan sambil membimbing pun terus berlanjut. Kira-kira sebulan kemudian, aku baru mendapatkan ide untuk mencari tahu siapa itu Greenspan, sang profesor perkembangan bayi dan balita, salah satu penulis buku FEAS. Muncullah variabel baru, floortime. Tadaaa, insight baru! Metode pun akhirnya berubah. Sejak revisi, aku terpikir untuk mengubah ke metode eksperimen, tapi aku bingung. Benar-benar belum terbayang apa yang akan aku kerjakan dengan eksperimen. Apa treatment yang akan digunakan?
Akhirnya, semua berubah. Kupelajari floortime dan single subject experiment, kemudian kuceritakan pada pembimbing.
“OK!” katanya.
Aku pun berpetualang (via sms pada teman-teman) mencari seorang ibu bekerja dan anaknya yang masih dalam usia dini. Alhamdulillah, dapat.
Awal September 2013 kumulai mengambil data. Awal November 2013, pengambilan data selesai kulakukan.
Perjalanan yang melelahkan, ngojeg ke rumah subjek setiap hari loh! Itu kulakukan setiap sore karena mengikuti jadwal bekerja ibu sang anak. Aku pulang setiap hari menjelang malam, antara setelah waktu sholat Maghrib atau Isya’ tiba. Di akhir perjuangan aku pun tepar, masuk angin, tumbang. Alhamdulillah, aku jatuh sakit tepat di hari terakhir dari jadwal pengambilan data.
Semua ini melelahkan memang tapi tidak juga terasa lelah, aku gak  kapok tuh menuju hari esok. Aku selalu semangat menuju rumah subjek penelitian. Anak kecil yang menjadi subjek penelitianku itu lucu banget. Alhamdulillah mau langsung akrab sama aku. Pernah di satu momen dia membentangkan tangannya menyambutku minta memeluk.
“Ah, Dik Zilla, I miss you!”
Di momen lain, ketika ia agak dimarahi ibunya, ia langsung melihat dan menuju ke pangkuanku seperti minta perlindungan. Wah, rasanya ingin cepat mempunyai anak juga jadinya! Jadi seperti ini rasanya disayangi anak-anak. Masya Allah.
“A baby is an angel whose wings decrease as his legs increase.” - French Proverb
Senin, 24 Februari 2014, Finally!
Akhirnya, aku baru bisa mengikuti sidang skripsi di bulan Februari 2014. Bisa jadi ini soal manajemen waktu hingga kenapa aku harus melewatkan wisuda di bulan September 2013. Tapi, bisa jadi ini juga soal ke-keukeuh-anku yang harus tentang Perkembangan. Eh malah menggunakan metode eksperimen subjek tunggal pula dengan metode pengambilan data observasi yang memakan waktu lamaaaaaaa dalam pengolahan datanya. But, it’s okay, because I’m Y it!
Bagaimana sidang skripsiku?
Aku mendapat giliran diuji pada jam pertama, di ruang pertama, setelah  temanku mendapat giliran pertama. Huft, pagi-pagi harus sudah stay di kampus, but it’s OK. Tenang saja. Entah mengapa, memang bawaannya tenang-tenang saja. Aku sudah pasrah berapa nilai yang akan diberikan penguji nantinya. Hayu lah! Laporan penelitian tentang pengaruh penerapan metode floortime terhadap tingkat fungsi emosi ibu bekerja dan anak usia dini siap diuji.
Penguji I adalah Bu Ening, yang karena takdir Allah akhirnya beliaulah yang menggantikan Pak Adang yang berhalangan hadir. Bu Ening, sang dosen Perkembangan dan juga dosen Eksperimen. Perfect match bukan dengan skripsiku? Bener-bener Qodarullah. Masya Allah.
Bagaimana jadinya bila pengujiku bukan dosen eksperimen, bisa jadi skripsiku lulus tanpa revisi berarti. hehe
Aku kira aku bakal ‘dibantai’ habis, ternyata Alhamdulillah, malah dapat apresiasi tersendiri.
“Alhamdulillah saya mengapresiasi ya, akhirnya ada yang berani ambil eksperimen lagi,” Kata Bu Ening.
Aku hanya ditanya mengenai definisi konseptual dan operasionalnya, selebihnya kami diskusi seperti bimbingan saja. Intinya, lancar Alhamdulillah. Revisi sedikit tapi sangat berarti.

Selasa, 25 Februari 2014 – Pengumuman Kelulusan
Sidang dibagi menjadi dua hari, karena yang mengejar untuk ikut wisuda Maret itu sampai sekitar 26 orang. Aku datang bersama Shofa ke kantor Tata Usaha (TU) fakultas pada siang harinya untuk meminta draft revisi dari penguji sambil menunggu pengumuman kelulusan di sore harinya. Sambil mengambil kami  mengobrol dengan petugas TU baru, Bu Fita.
“Peserta sidang hari sidang kemarin  yang dapet nilai A cuma satu orang loh,” katanya sambil menatapku dengan tatapan yang aneh sok merahasiakan.
Akupun balik menatapnya memasang tampang kecewa, “Wah, gimana dong jangan-jangan bukan saya.”
Padahal di sisi hati yang lain bilang, “pasti gue! Gue yakin gue dapat nilai A. Yes!” :D :D
Sore pun tiba, waktunya pengumuman. Pengumuman kelulusan dibacakan oleh Pak Agus Abdur. Pembacaan nilai hanya disebutkan NIM, mengurut pada daftar nama yang diuji pada jam pertama di ruang pertama dan seterusnya. Aku yang kedua. Hingga habis daftar NIM  yang diuji pada hari Senin dibacakan nilai-nilainya, aku hanya sibuk berpikir sendiri, tidak ikut senang bertepuk tangan.
“Loh, mana ini yang nilai A? Gak ada. Semua urutan sudah disebutkan. Kok nilaiku hanya 79? B? Mungkinkah ada kesalahan pembacaan NIM? Ah, ya. Pasti salah! Mungkin Pak Agus mau memberikan sedikit kejutan untukku. Namaku pasti terlewat dan belum disebutkan,” ujarku dalam hati.
Aku ribut sendiri. Ribut dengan pikiranku sendiri. Sampai-sampai tidak mengucapkan selamat pada Dian yang duduk di sebelahku dan mendapat nilai A. Dear Dian, I’m sorry, buat semua juga, I do sorry karena ga ikut senang-senang ber-congraduations bareng kalian :’(
Karena kalut, aku langsung minta agar bisa melihat penilaian tersebut. Pak Agus mengarahkanku untuk langsung datang ke kantor TU. Aku menarik teh Hani turun tanpa ikut bersenang-senang bersama teman-teman yang lain.
Pembimbing : 83; Penguji I : 83; Penguji II : 72; Total : 79
WHAT!                
Kulihat detail nilai teman-teman lain yang mendapat nilai A. Semua pembimbingnya memberi nilai 85. Loh kenapa pembimbingku hanya memberi nilai 83? 79, Man! Tanggung banget!
Aku langsung dikuasai emosi. Sulit berpikir, dan tidak berpikir panjang.
“Pak, saya bimbingannya sama pembimbing II. Kenapa hanya pembimbing I yang memberikan nilai?” tanyaku.
Pak Agus menjawab, “idealnya ya dimusyawarahkan, iya ya ini 79, kagok (tanggung).”
Hatiku hancur seketika. Aku pulang dengan sempat mengambil foto nilai itu. Aku menarik teh Hani dan mengajaknya pulang. Untungnya, teh Hani membawa mobil dengan supirnya yang sudah menunggu di depan. Di dalam mobil aku menangis sejadi-jadinya. Teringat betapa aku sengaja menghabiskan honor membimbing untuk membeli kamera untuk merekam aktivitas pengambilan data. Teringat bolak-balik ngojeg sampai akhirnya jatuh sakit. Belum di tengah-tengah proses pengambilan data, aku sempat menangis putus asa karena merasa ibu subjek penelitian yang terlihat mulai enggan.


... to be continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar